Minggu, 18 Maret 2012

Diklat Mental Kedisiplinan (Part III)

RAFLING DAN MELUNCUR
Hari itu hari jum'at tanggal 9 Maret 2012. Acara hari itu adalah kegiatan melawan rasa takut akan ketinggian. Semua peserta digiring menuju lokasi pelatihan yaitu sebuah lapangan berrumput dengan sebuah wall climbing ketinggian sekitar 7 meter kali yah kurang tau persis. Tantangan yang harus dihadapi ada dua yaitu turun rafling dari atas ke bawah dengan menapaki dinding tower dan yang kedua yaitu meluncur menurun seperti flying fox. Masing-masing peserta wajib melakukan kedua tantangan tersebut tidak terkecuali. Dimulai dengan pleton 1 yang satu persatu mencoba kemudian diikuti pleton 2 dan pleton 3. Sebelum mulai, peserta diminta melepaskan beberapa perlengkapan seperti topi, kartu nama dan juga kopel (sejenis ikat pinggang lebar). Peserta yang akan naik ke atas tower harus menggunakan perlengkapan dulu yaitu untuk rafling berupa tali yang diikatkan di bagian pinggang dan paha, kemudian besi pengunci, besi berbentuk angka 8, dan sarung tangan.
Rafling adalah tantangan menuruni wall dari atas. Selama peserta naik menuju puncak tower, diwajibkan sambil berteriak "Pegadaian" untuk menandakan bahwa ada peserta yang sedang naik ke atas. Kondisi tower ini sudah sangat rapuh. Sempat deg-degan juga takut tiba-tiba kayu yang dipijak runtuh. Oleh sebab itu naiknya harus satu-satu. Saat melakukan rafling peserta menggunakan pengaman kemudian membelakangi arena bawah, dengan berjalan mundur mengarah ke bawah dan menjejakkan kakinya di dinding kayu. Cukup menyeramkan juga kalau kita melihat ke bawah, tapi sangat seru kalau kita sudah tau tekniknya. Tangan kiri kita memegang tali di bagian atas dan tangan kanan memegang tali ke bagian bawah agak belakang tubuh kita. Secara perlahan-lahan genggaman tali kita longgarkan agar kita bisa turun. Setelah sampai ke bawah kita melapor pada pelatih bahwa kita telah selesai melakukan rafling.
Tantangan yang kedua yaitu meluncur. Perlengkapan masih menggunakan tali pengikat di pinggang dan paha serta sarung tangan. Kemudian membawa tambang besar dan tali sling. Meluncur hampir sama dengan flying fox hanya saja jaraknya lebih pendek sehingga agak curam. Meluncur lebih mudah dan tidak terlalu menyeramkan dibanding rafling. Tali sling diikatkan ke tali pengaman pada tali peluncuran kemudian tambang besar sebagai pegangan kita ketika meluncur. Meluncur lebih seru dan muncul rasa ingin lagi. Apalagi saat meluncur sambil berteriak "Pegadaian" serasa lepas sekali. Selesai meluncur pun kami harus melapor kepada pelatih bahwa telah melakukan tantangan meluncur. Sebagian besar peserta cukup berani untuk melakukan kedua permainan tersebut. Namun ada juga beberapa yang tidak berani. Ada yang berani rafling tapi tidak berani meluncur. Ada juga yang tidak berani keduanya, padahal sudah berada di atas dan siap turun. Bahkan ada juga yang sebelum naik sudah menangis. Dibujuk untuk ditemani pun tetap tidak berani.
Kegiatan rafling dan meluncur ini sempat terpotong waktu sholat Jum'at. Para pria pergi sholat jum'at dan yang wanita menunggu di barak. Ketika telah selesai, kegiatan pun dilanjutkan sampai seluruh peserta mencoba.
Setelah acara selesai peserta juga sempat dimarah-marahi pelatih. Disuruh membentuk barisan dalam waktu 5 detik. Kemudian berebut mengambil perlengkapan (topi, kartu nama, kopel) dan membentuk barisan lagi. Jika masih berantakan kami disuruh tiarap dan push up. Terkadang heran juga para pelatih mencari-cari kesalahan kami untuk menghukum kami dan sering sedikit memaksa. Melelahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar