Minggu, 18 Maret 2012

Diklat Mental Kedisiplinan (Part V)

CARAKA MALAM
Malam itu tgl 10 maret 2012 yang bertepatan dengan malam minggu. Setelah makan malam, kami seluruh peserta dikumpulkan di Griya Sena Baladika yang juga tempat kami makan. Pelatih sudah memasang layar proyektor untuk kami menonton video. Setelah semua peserta berbaris dan duduk dengan teratur, kemudian diputarlah video-video dari laptop sang pelatih. Video tersebut yaitu rekaman-rekaman selama peserta diklat mental kedisiplinan berkegiatan. Ada video ketika upacara pembukaan, ada ketika kami ditembaki di ruangan dan harus berhamburan keluar, disuruh tiarap, ketika berjalan keliling markas kopassus sambil ditembaki dan harus cari perlindungan baik di balik pohon maupun selokan. Di antara video-video itu banyak sekali kejadian-kejadian yang menggelitik sehingga kami yang menonton tertawa terbahak-bahak.
Tak berapa lama saat sedang asik menonton tiba-tiba pelatih syahrul menepuk pundak beberapa orang di antara kami. Ia menyuruh kami mengikutinya entah kemana. Waktu itu aku bersama tujuh orang lainnya, evi, widi, niken, grace, ega, rani dan mbak lia mengikuti langkah pelatih syahrul ke belakang tempat halang rintang. Di sana ada pintu keluar, pelatih syahrul menyuruh kami berdelapan keluar pintu itu dan berjalan lurus sampai bertemu pohon bambu yang sudah dijaga oleh pelatih nurdin.
Setelah dijelaskan ternyata kami akan mengikuti acara caraka malam, yaitu jalan malam melewati jalanan gelap tanpa penerangan dan tanpa kami ketahui ada apa sepanjang rute tersebut. Kami masing-masing diberikan satu buah kertas berisi pesan kurang lebih isi pesan yang kudapat sebagai berikut :
No. 32
Dari : Direksi Pegadaian Pusat
Kepada : Kepala Cabang Pegadaian Singosari
Isi Pesan : diminta kepada kepala cabang singosari segera mengirimkan kotak-kotank yang rusak karena akan dilakukan perbaikan.
Kami diminta untuk menghafal isi pesan tersebut dan akan kami laporkan ketika mencapai finish nanti.
Suasana malam itu mencekam, namun aku berusaha tenang. Seorang peserta sebelum kami yaitu adi disuruh berjalan sendiri. Untuk siswa laki-laki memang harus berjalan sendiri tapi untuk perempuan jalan berdua-berdua. Kemudian yang berikutnya berangkat adalah wini dan evi. HT milik pelatih nurdin berbunyi-bunyi dan terdengar suara yang antara lain "satu orang terkapar di tengah perjalanan" lalu ada juga "sampai di finish cuma satu orang". Berita-berita itu membuat kami yang belum berangkat menjadi sedikit parno. Pelatih nurdin berkali-kali mengingatkan bahwa selama perjalanan kami harus memegang tali rafia yang diikat dari satu pohon ke pohon lain sebagai rute dan jangan sampai terlepas karena bisa membuat kami tersesat jika lalai.
Kemudian tibalah giliran aku dan widi yang berangkat. Widi berjalan di depanku dan aku di belakang. Tangan kiri kami memegang tali rafia dan tangan kanan menggenggam satu sama lain agar tidak terpisah. Jalanan begitu gelap dan kami hampir tidak bisa melihat apa yang kami pijak. Sepanjang jalan kami berdua membaca-baca ayat kursi. Medan jalan malam itu bervariasi dari kebon, sawah, turunan, tanjakan, gundukan, lubang, menuntut kewaspadaan tinggi agar tidak terjatuh. Di beberapa titik kami akan bertemu pelatih yang akan mendata kami siapa saja yang sampai ke pos mereka. Pada pelatih pertama kami diminta untuk menebak isi dalam karung. Kami trauma karena siangnya kami baru saja melihat ular di dalam karung. Kami berdua pelan-pelan memasukkan tangan, setelah diraba kami menebak isinya. Aku menjawab ayam, marmut, hamster, widi menebak tikus. Dan ternyata isinya adalah kelinci. Pada pos pelatih berikutnya kami didata kembali dan diminta menyebutkan berapa ekor isi karung pada pos sebelumnya. Aku dan widi tidak tau persis karena hanya sebatas menyentuh, tidak menghitung isi keseluruhan, Kemudian terus berjalan sambil tetap meraba tali rafia yang diikat di pepohonan. Sampai kami tiba di sebuah kali dan kami harus menyebranginya. Kata pelatih nurdin, kalinya ada buayanya, sempet takut juga tapi gak mungkin lah kami dijadikan umpan buaya oleh para pelatih. Ketika menyebrang kali setinggi pinggang, kami lihat di atas permukaan seperti ada sesuatu tapi kami tidak tau itu apa dan diam saja. Sampai akhirnya setelah menyebrang kali kami bertemu pelatih lagi, dan kami didata kembali.
Kami terus berjalan menyusuri kegelapan dengan tetap berpegangan tangan dan sesekali mengobrol, sampai saat kami sedang berjalan, kami terkejut karena ada suatu tempat yang diberikan cahaya, supaya terlihat mungkin. Berbentuk persegi panjang yang ketika kami melintas di sisinya nampak jelas bahwa itu adalah batu nisan. Yak itu adalah kuburan!!! Ada 2 buah makam yang harus kami lewati. Hati mulai deg-degan, kami waspada pasti tidak jauh dari kuburan itu akan ada hal-hal aneh yang akan kami temui. Benar saja tak lama setelah melewati makam itu, di tikungan kami dihampiri sosok putih-putih mendekat. Kami berjalan santai, sosok itu tidak menyeramkan, karena kami tau bahwa itu hanya seorang pelatih yang memakai mukena. Mukenanya ada kembang-kembangnya pula gak ada kesan seram sama sekali ƗƗɐƗƗɐƗƗɐ
Kami terus berjalan, karena posisiku di belakang, aku merasa diikuti. Pundakku ditepuk. Aku tidak menoleh dan tetap berjalan. Aku bilang, "masa hantu bisa nepuk-nepuk pundak.." Tak lama kemudian aku ditepuk lagi, aku pun menengok dan ternyata si putih yang menepukku berkali-kali itu. Meski sudah tau dan tidak takut, tapi tetap saja aku berteriak sebentar. Setelah kami didata kemudian kami melanjutkan perjalanan lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar